komunikasi antarbudaya/ Aldilla Oktaviana P.R
PENDAHULUAN
A. IDENTITAS BUKU
Judul : Komunikasi Antar Budaya
Pengarang : Deddy Mulyana
Penerbit : PT. REMAJA ROSDAKARYA
Edisi Terbit : Cetakan Keenam, November 2001
Kota Terbit : Bandung
Tebal : 262
B.
PENJELASN BUKU
Buku ini menjelaskan mengenai komunikasi
antarbudaya dan juga menjelaskan tentang panduan berkomunikasi dengan
orang-orang berbeda budaya.
BAB II
HASIL REVIEW BUKU
BAB I
SUATU PENDEKATAN TERHADAP KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA
Hubungan antara budaya dan komunikasi
bersifat timbal balik keduanya saling mempengaruhi. Apa yang kita bicarakan,
bagaimana kita membicarakannya, apa yang kita lihat, perhatikan, atau abaikan,
bagaimana kita berpikir, dan apa yang kita pikirkan dipengaruhi oleh budaya.
Pada gilirannya apa yang kita bicarakan, bagaimana kita membicarakannya, dan
apa yang kita lihat turut membentuk, menentukan, dan menghidupkan budaya kita.
Budaya takkan hidup tanpa komunikasi, dan komunikasi pun takkan hidup tanpa
budaya. Masing-masing tak dapat berubah tanpa menyebabkan perubahan pada yang
lainnya.
Masalah utama dalam komunikasi antar
budaya adalah kesalahan dalam persepsi social yang disebabkan oleh
perbedaan-perbedaan budaya yang mempengaruhi proses persepsi. Pemberian makna
kepada pesan dalam banyak hal dipengaruhi oleh budaya penyandi balik pesan.
Bila pesan yang ditafsirkan di sandi dalam suatu budaya lain pengaruh-pengaruh
dan pengalaman-pengalaman budaya yang menghasilkan pesan mungkin seluruhnya
berbeda dari pengaruh-pemgaruh dan pengalaman-pengalaman budaya yang digunakan
untuk menyandi balik pesan. Akibatnya kesalahan-kesalahan gawat dalam makna
mungkin timbul yang tidak dimaksudkan oleh pelaku-pelaku komunikasi.
Kesalahan-kesalahan ini di akibatkan oleh orang-orang yang berlatar belakang
berbeda dan tidak dapat memahami satu sama lainnya dengan akurat.
Pihak-pihak yang melakukan komunikasi antar budaya
harus mempunyai keinginan yang jujur dan tulus untuk berkomunikasi dan
mengharapkan timbal balik. Asumsi ini memerlukan sikap-sikap yang positif dari
para pelaku komunikasi antar budaya dan penghilangan hubungan –hubungan
superior-inferior yang berdasarkan keanggotaan dalam budaya-budaya, ras-ras
atau kelompok-kelompok etnik tertentu. Bila asumsi ini tidak dipenuhi, teori
tentang perbedaan budaya dalam persepsi social tidak akan menghasilkan
perbedaan dalam komunikasi antar budaya.
Buku
ini membahas beberapa variable utama sosio budaya yang menjadi sumber-sumber
kesulitan komunikasi. Meskipun dalam buku ini dibahas secara terpisah-pisah
variable-variabel itu saling berhubungan antara yang satu dengan yang lainnya.
Variable-variabel itu berhubungan dalam suatu matriks kompleksitas. Untuk
terciptanya komunikasi antar budaya yang berhasil, kita harus menyadari
factor-faktor budaya yang mempengaruhi komunikasi ini, dalam budaya kita maupun
dalam budaya pihak lain. Kita perlu memahami tidak hanya perbedaan-perbedaan
budaya tetapi juga persamaan-persamaannya. Pemahaman atas perbedaan-perbedaan
budaya ini akan menolong kita mengetahui sumber-sumber masalah yang potensial,
sedangkan pemahaman atas persamaan-persamaannya akan membantu kita menjadi
lebih dekat kepada pihak lain dan pihak lain pun merasa lebih dekat kepada
kita.
BAB
II
KOMUNIKASI
ANTAR BUDAYA: SUATU TINJAUAN ANTROPOLOGIS
Para
antropolog telah lama berpendapat bahwa pengetahuan tentang budaya itu berharga
bagi administrator. Makin banyak orang dikalangan bisnis dan pemerintahan yang
mau menerima pendapat ini dengan sungguh-sungguh. Mereka meminta para
antropolog untuk mendefinisiskan budaya yang dapat mereka pahami dan mereka
jadikan landasan untuk bertindak.
Budaya
mempengaruhi komunikasi dalam banyak hal. Budayalah yang menetukan waktu dan
jadwal peristiwa-peristiwa antar personal, tempat-tempat untuk membicarakan
topic-topik terntentu, jarak fisik yang memisahkan antara seoranf pembiocara
dengan seorang lainnya, nada suara yang sesuai untuk pembicaraan tertentu.
Budaya, dalam hal ini, melukiskan kadar dan tipe kontak fisik yang di tuntut
oleh adat kebiasaan, dan intensitas emosi yang menyertainya. Budaya meliputi
hubungan antara apa yang dikatakan dan apa yang di maksdukan seperti “tidak”
maksudnya “mungkin” dan “besok” maksudnya “tak pernah”. Budaya juga menentukan
apakah suatu hal, misalnya suatu kontrak tertentu, harus pertama-tama
didiskusikan antara dua orang atau di diskusikan dalam suatu pertemuan sehari
penuh yang mengikutsertakan empat atau lima orang dari setiap pihak, dan
mungkin dengan bantuan seorang pelayan yang menyuguhkan kopi.
Manusia
berkomunikasi tidak dengan kata-kata saja. Nada suaranya, ekspresi wajahnya,
gerak-geriknya semua itu mengandung makna yang perlu di perhitungkan. Jadi,
tidak hanya bahasa yang dapat membingungkan tetapi juga gerak-gerik dan
isyarat-isyarat kultural. Anggukan seseroang bisa berarti negative bagi orang
lainnya. Setiap budaya memiliki rangkaiannha sendiri yang kaya yang terdiri
dari tanda-tanda bermakna, lambang-lambang, geraak-gerik, konotasi emosi,
rujukan historis, respon tradisional dan juga penting diam yang mengandung makna.
Jabat
tangan adalah bentuk sapaan atau cara menyatakan perpisahan yang inpersonal.
Cara yang lebih ramah adalah dengan meletakkan tangan kiri di atas bahu orang
lain ketika berjabatan tangan. Cara yang lebih intim lagi dan hangat adalah
double abzaro, dimana dua lelaki berpelukan dengan meletakkan lengan
masing-masing di atas bahu lawan berpelukan, gaya seperti ini bisa kita jumpai
di Amerika Latin.
BAB
III
MEMAHAMI
PERBEDAAN-PERBEDAAN BUDAYA
Cara
kita berpikir dapat terkondisikan secara kultural. Budaya-budaya timur
melukiskan sesuatu dengan menggunakan visualisai-visualisasi, sedangkan
budaya-budaya barat cenderung menggunakan konsep-konsep. Karena suatu konsep
adalah suatu gagaan umum tentang ciri-ciri yang diketahui mengenai suatu subjek,
yang memberikam suatu kerangka untuk memikirkan atau menganalisis suatu topic
atau pengalamn tertentu.
Pada
dasarnya manusia-manusia menciptakan budaya atau lingkungan social mereka
sebagai suatu adaptasi terhadap lingkungan fisik dan biologis mereka. Kebiasaan-kebiasaan,
praktik-praktik, dan tradisi-tradisi untuk terus hidup dab berkembang di
wariskan oleh suatu generasi ke generasi lainnya dalam suatu masyarakat
tertentu.
Melalui
pengalaman-pengalaman linytas budaya, kita menjadi lebih terbuka dan toleran menghadapi
“keganjilan0keganjilan budaya”. Bila ini di tunjang dengan studi formal tentang
konsep budaya, kita tidak hanya memperoleh pandangan-pandangan baru untuk
memperbaiki hubungan-hubungan kita dengan orang-orang lain, namun kitapun
menjadi sadar akan dampak budaya asli kita pada diri kita.
BAB
IV
MENGATASI
KAIDAH EMAS: SIMPATI DAN EMPATI
Kaidah
emas menyuruh kita memperlakukan orang lain seperti kita ingin deperlakukan
oleh mereka. Dalam kaidah ini terkandung asumsi kesamaan : bahwa orang lain
seperti diri kita dan karena ia ingi di perlakukan yang sama.
Kesamaa
mengandung makan realitas yang tunggal dan mutlak dan pemikiran seperti itu
adalah dasar etnosentrisme. Kaidah emas membwa kita pada strategi komunikasi
smpati : yakni menganggap orang lain berpikir dan merasa seperti kita dalam
menghadapi situasi yang sama. Untuk mengastasi kaidah emas kita haru
mengasumsikan adanya perbedaan antara orang-orang an adanya realitas ganda.
Bila kita menggunakan prinsip ini, kita menggunakan strategi komunikasi empati
: yakni secara imajinatif kita mengalami dunia dari perspektif orang lain.
Kemampuan empati dapat di kembangkan dengan mengikuti enam langkah yang saling
berkaitan. Berbeda dengan kaidah emas, komunikasi empati medorong kepekaan
interasial dan intercultural. Sebab itu barang apapun yang kamu suka orang akan
berbuat padamu demikian juga hendaknya kamu berbuat kepadanya.
BAB V
SIMBOL-SIMBOL
Binatang bersaing
dengan sesamanya untuk memperoleh makan dan kepemimpinan, tetapi bimatang tidak
seperti manusia, artinya tidak bersaing untuk memperoleh sesuatu yang mewakili.
Hal-hal yang merupakan symbol-simbol kekayaan (uang, surat, obligasi, gelar-gelar),
tanda pangkat yang kita sematkan pada pakaian kita, atau plat-plat kendaraan
bernomor rendah, di anggap sebagian orang sebagai lambang kee istimewaan
social. Bagi binatang, hubungan antara sesuatu dengan sesuatu yang lain yang
mewakilinya tidak ada kecuali dalam bentuk yang sangat elementer. Proses yang di lakukan manusia secara
abritter untuk menjadikan hal0-hala
tertentu untuk mewakili hal-hal lainnya bisa disebut proses simbolik. Kapanpun
dua atau lebuh manusia dapat berkomunikasi satu sama lain, mereka dapat,
berdasarkan persetujuan bersama, menjadikan sesuatu untuk mewakili sesuatu
lainnya.
BAB VI
BAGAIMANA
MEMBACA BAHASA TUBUH
Semua
orang berkomunikasi secara noverbal. Sering kita tak sadar bahwa kita sedang
melakukannya. Kita memberi isyarat dengan alis mata atau tangan, beradu pandang
dengan mata orang lain, mengubah posisi ketika duduk di kursi. Kita beranggapan
bahwa perilaku-perilaku kita acak dan kebetulan. Ketika kita merespons
isyarat-isyarat nonverbal dari orang lain, kadang-kadang kita mengetahui
isyarat-isyarat itu secara sadar, tapi lebih sering kita bereaksi terhadap
isyarat-isyarat itu secara intuitif. Setiap budaya memiliki bahasa tubuhnya.
C.
KESIMPULAN
Teknologi komunikasi dan transportasi telah
mempertemukan manusia dari berbagai budaya yang berlainan. Penduduk Bali dapat
bertemu dengan turis Jepang. Dalam waktu dua hari, seorang pengusaha
Indonesia dapat berada di Los Angeles
untuk merundingkan suatu bisnis. Apakah dampak komunikasi antarbudaya seperti
ini? Ketika Anda pergi ke luar negeri untuk belajar, bekerja atau sekedar
melancong, atau ke daerah lain di dalam negeri untuk tujuan serupa, Anda
bertemu dengan orang-orang yang memiliki latar belakang yang berbeda. Hal-hal
apakah yang harus Anda perhatikan agar Anda berhasil mencapai tujuan Anda? Apa yang harus anda
ketahui agar Anda dapat berkomunikasi dengan mereka secara efektif, memuaskan
dan tidak jatuh pada permusuhan? Langkah langkah apakah yang harus dilakukan
untuk meningkatkan saling pengertian di antara berbagai ras, kelompok etnik,
dan bangsa?
Buku
ini menghimpun tulisan-tulisan yang mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan di
atas. Buku ini selain menguraikan kemusykilan komunikasi antarbudaya, juga
menawarkan metode untuk mengamatinya dan memberikan saran untuk meningkatkan
keefektifannya. Deddy Mulyana memulainya dengan menjelaskan pentingnya
komunikasi antarbudaya dan Jalaluddin Rakhmat menutupnya dengan uraian tentang
penelitian komunikasi antarbudaya.
Komentar
Posting Komentar